Sabtu, 23 Agustus 2014

Observasi Kehidupan Bapak Ikhwan

      Pada tanggal 18 Agustus 2014, saya dengan teman-teman dari kelompok 22 melaksanakan observasi pada jam 11.00 sampai jam 13.00, yang berlokasi di belakang Mall Depok Town Square dan di seberang rel. Kami telah mengobservasi kehidupan bapak Ikhwan yang merupakan pengamen yang biasa mengamen di Margonda dan sekitarnya.


      Selama menjalanji observasi, saya merasa lebih bisa melihat kehidupan yang ada di pinggiran kota dan lebih mengenal kehidupan seorang pengamen yang bekerja dengan ikhlas dan gigih untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Dari keikhlasan dan kegigihan pak Ikhwan dalam mencari rezeki setiap harinya ternyata dapat memotivasi dan menyadarkan kita untuk selalu bersyukur atas apa yang kita dapat.


 


      Bapak Ikhwan adalah seorang pengamen yang berumur 32 tahun, ia biasa mengamen di sekitar Margonda. Ia merupakan anak ke-3 dari 6 bersaudara, tetapi salah satu saudaranya telah meninggal. 2 kakaknya bekerja di sebuah kantor di Kemayoran dan 2 adiknya bekerja sebagai pengamen, sama seperti dirinya. Oleh karena itu Bapak Ikhwan selalu dibeda-bedakan dengan kakaknya yang bisa kerja di kantoran, Pak Ikhwan dulu tidak lulus SMP karena pada tahun 1994 tidak mendapat tunjangan pendidikan pada masa pemerintahan Soeharto, sedangkan kakaknya dapat lulus STM karena dibantu oleh saudaranya. Sebelum menjadi pengamen, Bapak Ikhwan pernah bekerja di Harcomas Glodok, tetapi karena gajinya tidak mencukupi akhirnya ia keluar dari pekerjaan tersebut. Sekarang ini ia masih tinggal bersama dengan orangtuanya, Bapaknya merupakan seorang pensiunan. Bapak Ikhwan memilih untuk tetap tinggal dengan orangtuanya di kontrakan di daerah Citayem karena ia belum siap menikah karena ia takut tidak dapat menafkahi keluarganya sendiri. Setiap harinya Bapak Ikhwan pergi mengamen pada jam 11.00 menggunakan kereta commuterline dan kembali pulang pada saat sore hari. Untuk memenuhi kebutuhannya saat ia sakit, Bapak Ikhwan selalu pergi ke Puskesmas, ia memilih untuk tidak membuat kartu BPJS karena dipersulit. Suka selama menjadi pengamen adalah, dulu saat ia sedang mengamen ia pernah diberikan 50 ribu dan dibayari makan oleh seseorang. Dan dukanya selama menjadi pengamen, ia selalu dihina oleh orag-orang dang dipandang sebelah mata, karena selama dia menjadi rakyat kecil ia selalu tidak dianggap.



      Sikap saya dengan fenomena pengamen ini adalah, kita harus bisa menghargai jerih payah usaha orang lain karena sebruk apapun pekerjaan seseorang tetapi masih dalam batas halal dan wajar harus tetap kita hargai dan kita tidak boleh memandang sebelah mata seseorang tersebut, karena rakyat kecil juga memiliki hak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Kemudian selain itu, pemerintah juga berperan penting dalam menghidupi orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan.

      Dari fenomena tersebut muncul pertanyaan dalam benak saya. “Pada pasal 34, Bab XIV, UUD 1945 dikatakan bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Tetapi dengan melihat fenomena seperti ini, apakah pasal tersebut terlaksana?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar